Harap Tenang, Sedang UTS [Hari Keempat]


Tiba di hari keempat, dan UTS akan segera usai. Kalau biasanya UTS dilaksanakan selama enam sampai tujuh hari, UTS untuk semester ini cuman berlangsung lima hari. Meski cuman lima hari, jumlah mata pelajarannya sama aja, gak ada yang berkurang. Gue iri sama siswa jurusan lain. Jumlah mata pelajaran jurusan gue adalah yang terbanyak. Nasib dari jurusan RPL selain sering dikira tukang jaga warnet adalah  mata pelajarannya yang bejibun.

Untuk di hari keempat, mata pelajaran yang akan diujikan sesuai dengan urutan adalah IPS, Bahasa Sunda, dan Seni Budaya. Di buku tulis IPS gue, catatan tentang materinya cuman ada satu halaman. Itupun cuman ada tulisan "BAB I : Kebudayaan" yang ditulis dengan font ukuran 72px.
Kemudian gue mengecek buku tulis bahasa sunda. Buku tulisnya masih bersih dan gak ada lipatan sedikitpun. Saat gue buka, ternyata satu - satunya tulisan yang ada di buku itu cuman nama gue doang. Lebih parah dari buku tulis IPS. Sedangkan untuk seni budaya, gue gak merasa pernah mencatat materi apa pun. Daripada bete liatin catatan kosong, gue memutuskan untuk tidur lebih awal. Jadi begini rasanya meninggalkan rutinitas yang membosankan dan memilih melakukan apa yang kita suka.

. . .

Keesokan paginya, gue bangun lebih siang. Nyawa sama pikiran gue pun masih ada yang di awang - awang. Saat itu jam dinding telah menunjukkan pukul setengah tujuh.

"HAA??! Kampret gue telat!" Gue langsung berkemas merapihkan diri dengan grasak - grusuk.
"Bruduk! AH!" Tembok rumah sempet gue seruduk karena gue jalan ke kamar mandi dengan sempoyongan.
Begitu selesai berkemas seperti mandi, sarapan, stalking twitter mantan, juga merapihkan tempat tidur dan alat tulis untuk mengerjakan ulangan, gue langsung berangkat.

Sebelum berangkat tentu gue pamitan dulu sama nyokap. Saat itu nyokap bilang "Lho? Kok tumben pagi - pagi udah mau berangkat, wan?"
"Iwan udah telat, mah. Berangkat yaa—"
"Emang masuk jam berapa hari ini?"
"Jam tujuh"
"Lah ini baru jam setengah enam!"
"Haa?!" Gue mendengar sedikit kekeliruan.
"Iya sekarang masih jam setengah enam. Liat sendiri tuh jam berapa"
Kemudian gue melihat untuk memastikan, dan emang bener ternyata masih jam setengah enam.
"Ih, tadi Iwan ngeliatnya jam setengah tujuh. Makanya Iwan mandi buru - buru"
"Salahnya kamu, mata masih belekan malah sok sok-an liat jam"
"Ih, beneran tau! Jangan - jangan mamah sengaja muter jarum pendeknya jadi jam setengah tujuh? Iya kan?"
"Kurang kerjaan! Mata kamu tuh gunanya cuman ngintipin kucing mau pup. Liat jarum jam aja pake salah"

Gue menyebut 'Alhamdulillah' selama 33 kali. Berarti, gue masih punya waktu satu jam lebih buat santai - santai. Sarapan yang belum sempet habis, bisa gue habiskan terlebih dahulu. Gue juga bisa memanfaatkan waktu luang ini buat nyari materi ulangan di Internet sambil guling - gulingan di kasur karena mata yang masih ngantuk.



Pukul tujuh kurang lima menit, gue bergegas berangkat ke sekolah. Setelah sampai di sekolah, gue langsung menuju ruang ujian. Semua terlihat sama dari hari - hari sebelumnya. Datang — Mengerjakan Ulangan — Kemudian pulang dan terus berlanjut hingga UTS usai.
Pengawas mulai datang bergiliran dan menuju ruang ujian masing - masing. Tugasnya juga masih sama dengan hari - hari sebelumnya. Membagikan soal — Mengawas — Mengumpulkan hasil jawaban dari peserta ujian dan terus begitu hingga bel jam terakhir berdering.

Semua rutinitas yang sudah hafal di luar kepala membuat waktu bergulir dengan cepat. Tidak terasa UTS sudah hampir selesai, padahal kemarin gue baru ngerasain rasanya kesasar nyari ruang ujian. Tidak terasa UTS tinggal satu hari, padahal kemarin gue baru ngerasain rasanya bergantung jawaban sama orang lain.
Begitu pengawas selesai membagikan soal IPS dan lembar LJK, tangan gue langsung berkerja mengisi ketentuan - ketentuan utama sebelum mengerjakan ulangan. Setelah itu, mata gue berpindah membaca soal lalu menghitamkan jawaban pada lembar LJK.
Ulangan IPS selesai tanpa hambatan. Satu - satunya hambatan yang gue alamin saat itu adalah rasa ngantuk. Bayangkan, untuk ngebaca satu soal aja gue bisa ngucek - ngucek mata delapan kali. Jadi setelah selesai mengerjakan ulangan IPS, mata gue berhasil pindah ke tengah jidat.


15 menit kemudian ulangan di jam kedua dimulai. Mata pelajarannya adalah bahasa sunda. Gue punya kenangan buruk sama pelajaran bahasa sunda. Sewaktu kelas 4 SD, guru bahasa sunda gue waktu itu galak banget. Gue pernah gak ngerjain PR di buku tulis dan disetrap selama satu jam penuh sambil hormatin tiang bendera. Karena ngerasa kesel atas perlakuan tuh guru, gue balik ngejailin dengan ngumpetin sepatunya di tong sampah. Tapi parahnya tuh guru malah ngambek dan balik mengancam bahwa semua siswa kelas empat gak bakal naik kelas. Seluruh siswa disetrap buat nyariin sepatu tuh guru yang sebenernya gue taro di tong sampah.

"Sebelum sepatu saya ketemu. Semuanya gak akan naik kelas!" Ancamnya.
"Jangan Pak! Jangaan! Nanti orang tua saya marah" siswa perempuan memelas.
Gue malah makin semangat buat nyambit tuh guru pake sepatunya sambil bilang "Awas, Pak! Ada sepatu lagi terbang menuju ke arah kepala Bapak!" dan kemudian kabur sekencang - kencangnya.


Lamunan gue buyar setelah pengawas mulai membagikan soal dan lembar LJK. Gue membaca soal yang telah dibagikan, kemudian mengernyitkan dahi. "Apaan nih?" gue nanya dalam hati.
Gue bener - bener gak ngerti sama soal - soal yang diujikan. Semua soal bahasa sunda di mata gue terlihat seperti soal bahasa sansekerta yang ditulis sama orang tuna netra. Padahal nyokap gue sebenernya asli orang Bandung. Tapi gue malah sulit untuk memahami pelajaran tersebut.

Jadi akhirnya gue mengerjakan ulangan bahasa sunda dengan mengandalkan jawaban temen gue di belakang. Saat gue masih berusaha untuk menerjemahkan pertanyaannya, temen gue malah udah nulis sepuluh jawaban. Gue langsung bersorak "Wuih, hebat lu bro!" sambil menghitamkan jawaban dengan semangat perjuangan. Semua jawaban yang gue isi berasal dari orang lain. Dari soal pilihan ganda hingga soal essay.


Ulangan bahasa sunda telah selesai, dilanjutkan dengan ulangan seni budaya tanpa pergantian pengawas. Setelah mengumpulkan LJK dan mengembalikan soal bahasa sunda kepada pengawas, gue langsung mengambil LJK lagi dan mengambil soal seni budaya.

Ulangan seni budaya berlangsung dengan kacau. Semua siswa pada berpindah tempat duduk agar menyontek lebih mudah. Dari yang tempat duduknya di belakang, pindah ke depan. Dari yang tempat duduknya di depan, pindah ke samping. Dari yang tempat duduknya kosong dari awal ulangan, sekarang tetep kosong. Pengawas mulai kesel sama tingkah para siswa, sedangkan gue malah berpikir. "Oh jadi beginikah suasana UTS jaman sekarang? UTS? Ulangan Terserah Siswa?" Siswa bebas melakukan apa saja selama ulangan berlangsung asal semua soal berhasil dijawab. Hasilnya? Tinggal berdoa saja untuk yang terbaik.


Ulangan seni budaya selesai dengan cepat. Setelah menunggu beberapa teman keluar, gue langsung berkemas kemudian pulang. Yang gue rasakan di UTS hari keempat adalah kebosanan. Kebosanan akan hal - hal buruk yang terus kita lakukan, salah satunya tidak mengerjakan ulangan dengan jujur.

2 Komentar:

  1. Info aja, sayah sih biasanya jadi murid kesayangan guru basa Sunda.
    Moga memuaskan aja nilainya. :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. duh saya malah kebalikannya
      nuhun kang arif ~~\o/

      Hapus